Senin, 14 November 2016

Adat Budaya Baragas

Baragas, nasek pulut;
Photo by: Rex Satugkong
Foto Videlis Aldolp.
Baragas adalah proses memasak "nasek pulut"
baragas merupakan budaya adat yang masih dilakukan orang Dayak di Desa Sapotong, kecamatan Sungai Laur, Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat. Baragas Nasek Pulut(nasi dari beras ketan) berbeda dengan memasak lemang seperti yg banyak orang tahu, nasek pulut baragas dimasak dengan cara adat; dimana harus ada tuak dan diiringi dengan musik tradisional "gondang'k Alah". baragas dilakukan pada hari kerja (sebelum hari "H" pernikahan adat dayak Sapotong), jumlahnya pun harus mencukupi jumlah kepala keluarga yang ada didesa sapotong. "nasek pulut" pun ada jenisnya: ada nasek pulut "manang" atau nasek pulut tanpa santan dan lemak dan nasek pulut yg dicampur santan serta nasek pulut yg dicampur lemak babi. nasekpulut juga sebagai pelengkap adat yg harus dipenuhi dalam pernikahan adat. Tidak hanya pada pernikahan adat, nasek pulut pun dibutuhkan pada setiap adat yang dijalankan, bahkan sampai pada adat kematian.

Budaya Ngkunjau

Tentang "Ngkunjau",.
Photo by: Fornestor Mindaw
Ngkunjau merupakan salah satu budaya urakng Dayak Laor dan dapat dikategorikan sebagai bentuk kesenian atau sastra daerah. Ngkunjau berfungsi sebagai media untuk menyampaikan pesan (suatu ungkapan hati)— baik yang sedang gembira maupun sedih. Liriknya memiliki kedalaman makna dengan nada yang mengalun indah.
Budaya ngkunjau kini mulai memudar. Jika kita melihat kembali ke belakang, ngkunjau merupakan salah satu tradisi orang Dayak Laor yang sering didendangkan pada saat acara adat perikahan, atau yang lebih dikenal dengan kata “nembang”. Nembang biasanya diiringi dengan gamal (musik adat dayak dalam pesta adat pernikahan) yang didalamnya terdapat suatu ungkapan hati dan perasaan oleh sang penembang. Kata-kata dalam ngkunjau diambil dari lirik sebuah pantun yang dilantunan sesuai dengan keadaan hati sang penembang.
Foto Videlis Aldolp.Dulu, ngkunjau juga sering terdengar saat masyarakat Dayak Laor sedang menikamti tuak pincor pada acara adat mulang gurau. Namun sayangnya, dewasa ini tradisi ngkunjau jarang katiko (jarang sekali) bahkan hampir tidak pernah ditembangkan atau dilantunkan.
Ngkunjau memiliki beberapa makna dan fungsi dalam penyampaiannya. Seperti dalam masyarakat yang komunal, ngkunjau seakan menjadi pelengkap untuk mempererat kebersamaan, untuk menyapa, menyampaikan ungkapan hati kepada seseorang yang menjadi pujaan hati, ungkapan kasih sayang, serta untuk menghibur atau bergurau bahkan untuk menyindir. 
Betapa besarnya makna dan begitu indahnya arti dalam sebuah budaya ngkunjau, bahkan pernah terdengar sebuah cerita di balik tradisi ini. Ceritany, jaman dahulu seorang lalaki bujang (pria) yang bisa ngkunjau lebih mudah mendapat perhatian dari seorang batinok daro (gadis). Dan, pada jaman itu ngkunjaulah yang menjadi modal utama untuk ngantok batinok (mengurat seorang gadis), bahkan sampai menjalin hubungan dalam sebuah keluarga. 
Ngkunjau juga biasanya dilantunkan oleh orang Dayak Laor di ladang padi yang katanya untuk menghibur tanaman padi supaya bisa tumbuh dan subur. Begitu indahnya lantunan kunjau ditengah tumbuhan padi dan hembusan angin, yang juga bisa menciptakan kedamaian hati.  Selain makna ungkapan hati atau perasaan, dalam sebuah ngkunjau juga ada makna doa kepada Yang Kuasa sesuai dengan lirik yang dilantunkan. 
Jika keseniam ngkunjau ini menghilang dan tidak mempunyai fungsi dan makna lagi, maka kebudayaan yang telah diciptakan orang Dayak Laor terancam punah. Maka marilah kita menghidupkan kembali budaya ngkujau.

Kilik-kulu ngayoh para’u
Ondak mangilau sibatang marau
Sunggoh sedih ati ku pilu’
Nak ningo urang babalas ngkunjau.

Rabu, 06 Januari 2016

Cinta ku Telah dipanggil


Belum lepas dari sebuah kisah dalam kota istimewa ini, tepatnya bulan juni satu tahun silam kisah itu berawal. Lain cerita dari kisah cinta biasanya, sebuah cinta terjalin kesepakatan status diantara kedua insan namun kali ini tidak seperti itu. Rasa yang berawal dari sebuah kebersamaan dalam perjalanan pendek waktu menuju pedalaman dari bumi Borneo. 

Beberapa waktu sebelum kisah ini ada sebuah cerita panjang tentang perasaan yang cukup dalam dengan waktu hampir menginjak lustrum, namun harus berakhir dengan berdiri diatas mimbar sebuah Gereja untuk membacakan isi kitap itu dalam sakramen pernikahannya. Banyak orang mengatakan tatapan mata ku kala itu kosong dan hanya bisa memainkan jemari dikala ia bersujud memohon restu dihadapan orang tuanya. Kisah ini banyak tertulis didalam buku yang menjadi pengantar pesan diantara kami, karena memang harus begitu adanya. Mungkin lebih dari delapan buku yang berisikan 38 halaman, entah tidak tahu buku itu masih tersimpan atau sudah menjadi abu karena semuanya ada didalam tas yang ia bawa pergi ke kota untuk menuntut ilmu waktu itu. 

Kisah yang tertulis didalam buku itu selalu diberi tanda dengan angka yang cukup mengandung keistimewaan angka bila dalam hal nilai, terlalu panjang untuk diingat dan yang pasti semua itu sudah jelas berakhir.
Dan masih banyak kisah yang sempat singgah didalam kekosongan waktu itu, bahkan itu semua sulit untuk ku lupakan.

Penerimaan Mahasiswa baru dibuka seiring dengan pengumuman libur panjang akhir smester dari Kampus ku, begitu banyak calopn mahasiswa baru datang kekota istimewa yang juga dikenal sebagai kota pelajar ini, dan salah satu diantara ribuan mungkin lebih itu adalah dia yang dipanggil itu.

Dua tiket untuk penerbangan pagi sudah dimasukan dalam satu amplop putih, yang satunya tertulis atas nama Mr, dan satunya atas nama Ms tentu dengan nomor kursi yang berurutan. Pagi sebelum keberangkatan sudah terasa santai karena memang segalanya sudah dipersiapkan dua bahkan tiga hari sebelumnya, hanya saja pagi itu masih terpikir untuk menyempatkan diri keangkringan sekedar untuk minum kopi panas sekalian mengurangi waktu kosong menunggu jam check in. Dia hanya bertanya berapa jauh warung makan dari sini? dan jawaban spontan dari saya 100 meter ke utara, dan ia minta ditemani, namun belum berapa langkah sya bertanya sudah pernah makan nasi kucing? kalau mau biar tidak terlalu jauh, kita pergi keangkringan seberang jalan saja, jawaban tersingkat darinya "manut".

Percakapan diangkringan hanya sebatas cerita akan terbang saja tidak lebih dari itu. Waktupun berlalu cepat dan kami harus beranjak untuk berangkat ke Bandara, karena waktu keberangkatan tersisa 45 menit, bahkan duduk diruang tunggupun tidak begitu lama dan hanya sempat untuk membeli air mineral. Begitu take off tidak ada cerita lagi hanya masing-masing menikmati penerbangan yang akan ditempuh dalam satu jam dan empat puluh lima menit. Hanya sesekali ia sempat tersandar di bahu ku, mungkin mengantuk.
Bandara yang ditujupun tidak jauh lagi dan peringatan untuk persiapan landing pun sudah ada. Sebelum menikmati liburan dikampung kamipun harus menginap dikota kathulistiwa itu untuk satu hari. 

Pagi dihari berikutnya kami pun sudah mendapatkan tiket taxi untuk menuju kampung ku.
Perjalanan inilah yang semakin membingungkan, dia yang terkulai lemah karena mabuk kendaaraan memaksa saya harus lebih memprioritaskan dia karena memang hanya kami bertiga dengan sopir yang ada dalam taxi itu. Iba saya yang berlebih membuat sopir taxi bertanya tentang hal yang tidak terlintas sedikitpun dikepalaku, Bagaimana keadaan pacar mu? ya.., itulah pertanyaannya. Saya tidak menjawab pertanyaannya dan hanya menyuruhnya berhenti kalau ada warung ditepi jalan untuk membeli air minum. Kurang lebih empat jam perjalanan kamipun sampai dikota kecamatan, dan kami mencoba mencari tumpangan untuk bisa sampai kedesa ku, dan akhirnya kami sampai sekitar jam tujuh malam dirumah.

Banyak situasi yang membuat kami harus saling berjumpa dan bersama, dan hubungan tanpa kesepakatan terjalin. Tidak tahu mengapa kalau kami harus selalu tahu keadaan satu sama lain setiap hari,  sampai pada suatu hari saya dipercayai orng tuanya untuk menemani anaknya yang terpanggil itu untuk pergi dan mengurus segala keperluan untuk melengkapi syarat sebagai calon mahasiswa baru di sebuah Kota yang cukup jauh dari desa ku dimana tempatnya menempuh pendidikan menengah atas sampai pada akhirnya lulus. Tepatnya 12jam perjalanan menggunakan sepeda motor yang selalu bertempur dengan jalanan tanah berlobang, kelokan dan tanjakan, tetapi rasa capek seolah tertinggal jauh dibelakang motor yang dipacu. 

Menghabiskan kurang dari tujuh hari untuk menyelesaikan urusannya, kebersamaan selama itu yang membuat banyak orang berpendapat bahwa dia adalah pacar saya, dan itu yang saya rasakan. Liburan panjang ku tak tersa tersisa beberapa minggu lagi akan berakhir dan belum ada yang kuperbuat selama itu selain melewati kebersamaan dengannya. Semua persyaratannya sudah selesai dan kami memutuskan untuk beranjak dari kota itu untuk kembali ke desa ku. 

Jadual untuk kembali ke kota istimewapun sudah disepakati, dan kamipun berangkat dengan satu amplop tiket lagi. Sesampai dikota istimewa cukup repot karena tempat yang sebelumnya saya diami sudah harus ditinggalkan dan harus berusaha keras mencari kost ditengah kota pelajar yang juga begitu banyak pemburu kost karena masa ajaran baru, bahkan saya masih harus memohon kepada pemilik tempat yang saya diami sebelumnya untuk memberi sedikit waktu sampai saya mendapatkan kost belum lagi saya yang merasa dapat titipan dari orang tuanya untuk mengurusnya selama disini, tetapi untungnya semangat itu tetap ada. 

Urusan demi urusan sudah diselesaikan, adapun yang tersisa itupun sudah mulai dicicil. Kembali kekehidupan normal, perkuliahan diajaran barupun dimulai. Calon mahasiswa itupun sudah menjadi mahasiswa disebuah universitas yang cukup terkenal banyak melahirkan sumberdaya yang memiliki berbagai propesi yang ada dikota pelajar ini. 
Seiring waktu, terkadang sangat bingung dengan perasaan yang ada dan mulailah dihadapkan dengan berbagai ketidak sejalanan, bahkan dilema yang hadir untuk memperindahpun berhias dengan pertengkaran hebat dan terus untuk seperti itu. Beberapa bulan perkuliahan telah berakhir dan memasuki masa ujian tengah smester, masa inilah yang juga pernah membuat saya menulis sebuah status di akun facebook tentang perjuangannya menghadapi masalah yang mengaitkannya dengan status mahasiswanya berada diujung tanduk karena masalah dengan mata rupiah itu.

Waktu yang diberikan kepadanya dari pihak kampuspun hanya dua kali dua puluh empat jam, dan hanya kepasrahanlah yang ada. Rasa bersalah yang begitu besarpun terasa karena memang tak berdaya untuk membantu. Tetapi hal diluar dugaan ditengah kondisi ini hadir dan semakin mempergenting semuanya, keadaan yang terjadi seolah karena saya. Kalimat yang terdengar dari suara yang terkirim melalui hand phone itu begitu menyalahkan dan membuat ku harus mengambil keputusan. Semuanya Berakhir.

Waktu dan ruang sepertinya belum bisa memisahkan kami, berada di dua kota yang berbeda didalam satu pulau. Saya dengar dia mulai mendapat sebuah pekerjaan disana dan diapun memastikannya kepada ku. Sutu ketika ternyata ia sudah memesan tiket kereta api untuk pergi kekota istimewa ini lagi, awalnya saya kira dia akan tinggal disini lagi, tetapi hanya karena ada sedikit urusan saja bahkan hanya menghabiskan waktu satu hari, dan ia nkembali kekota barunya. 

Jarak yang lumayan jauh membuat saya hanya bisa memantau melalui akun media sosial miliknya, hubungan yang semakin renggang pun tersa mungkin karena jarak dan waktu ataupun kesibukan masing-masing dan itu memaksa harus penuh harap maklum tentang semuanya. 

Seiring waktu, tersampaikan dari suaranya saat ia menelpon ku bahwa dia berada didalam sebuah Biara tempat para biarawati menjalani hidup pewartaannya. Kecurigaan akan hal yang sebenarnya tak saya inginkan pun timbul dan memaksa saya untuk menanyakan semuanya padanya. Tetapi jawaban yang belum jelas darinya, ia hanya meminta untuk menjalani ini semua untuk sementara. Hingga pada suatu kesempatan saya muali berpikir bagaimana cara mendapat jawaban pasti darinya. 

Jawaban yang begitui inda darinya: "Aku merasa terpanggil" untuk hidup membiara. Saya hanya bisa berkata didalam hati mungkin ia telah menemukan cinta yang sesungguhnya dalam hidup. 
Fokuslah, itulah kalimat yang menjadi pesan dari ku untuknya.